Selain itu, Menpora Zainudin Amali dituding pula menggunakan APBN pada gelaran acara FGD. Suksesi Menpora dengan embel-embel penyempurnaan Inpres Nomor 3 Tahun 2019 tentang percepatan Pembangunan Sepakbola Nasional.
"Inpres dikeluarkan pada 2019, kok baru 2023 di FGD-kan. Menariknya, FGD hanya mengundang pemilik suara KLB PSSI," kata dia.
Indikasi agenda FGD tersebut dipolitisasi semakin menguat karena zona Sumatera utara tidak menghadirkan seluruh peserta atau terbatas saja.
"FGD zona Sumatera misalnya yang digerakkan Menpora dengan timses Iwan Budianto, Yunus Nusi, Juni Rahman, dan Ferry Paulus digelar di Novotel pada 30 Januari-1 Februari 2023 menghadirkan 10 Asprov dan 9 klub pemilik suara," terang dia.
Baca Juga: Dievaluasi PSSI, Shin Tae Yong Dipastikan Masih Latih Timnas Indonesia
"Padahal, klub sepakbola lebih dari 9 yang berlaga di Liga 2 dan Liga 3. Mulai 3-5 Februari FGD zona Jawa digelar di Hotel Pullman Jakarta. Mengundang 6 Asprov, 30 klub, dan tiga asosiasi (futsal, sepakbola wanita, APSI). Tujuannya tentu untuk konsolidasi voter," katanya.
Dia mengatakan bahwa KPK harus turun tangan mengawasi potensi penggunaan uang negara untuk mobilisasi suara. Pasalnya, disebutkan dalam surat undangan kegiatan, bahwa ada pergantian uang transportasi dan akomodasi.
"Ini bisa menjadi indikasi intervensi pemerintah bila FGD digunakan untuk penggalangan suara. Duh, apa jadinya bila kena sanksi FIFA? Tuan rumah Piala Dunia U-20 bisa dibatalkan," katanya.