AYOMEDAN.ID -- Ada hal membingungkan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali, pasalnya mereka menemukan daftar 116 pemilih atau warga yang tercatat meninggal dan ada akta kematian namun ternyata masih hidup.
Hal tersebut ditemukan usai melakukan verifikasi data di lapangan terhadap warga di Pulau Dewata.
Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan mempertanyakan motif di balik itu semua.
Baca Juga: Setelah Data Simcard, Kini 150 Juta Data Penduduk dari KPU Diduga Bocor
"Ini mestinya polisi harus menyelidiki, ada motif apa ini sebenarnya? Tidak benar ceritanya kalau masyarakat yang masih hidup dibuat mati dan itu ada akta autentik," kata Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan di Kabupaten Badung, Jumat, 9 September 2022, seperti dikutip Ayomedan.id dari Republika.co.id, Sabtu, 10 September 2022.
Lidartawan menyampaikan temuan pemilih yang sebenarnya masih hidup, tetapi di daftar pemilih dari pusat tercatat meninggal dunia tersebut, berdasarkan hasil verifikasi ke lapangan terhadap daftar pemilih berkelanjutan untuk Pemilu 2024.
Berdasarkan hasil rekapitulasi hingga Jumat (9/9) ini, temuan 116 warga di daftar pemilih yang sejati-nya masih hidup itu tersebar di empat kabupaten di Bali.
Lidartawan mengemukakan, temuan terbanyak di kabupaten Badung sebanyak 90 orang, kemudian di kabupaten Bangli 24 orang, kabupaten Tabanan 1 orang, dan Karangasem 1 orang. Sedangkan di lima kabupaten/kota lainnya (kabupaten Jembrana, Buleleng, Klungkung, Gianyar dan kota Denpasar) nihil temuan.
Menurut Lidartawan, tindakan pemalsuan data seperti itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak pilih dan juga pelanggaran terhadap catatan kependudukan.
"Apa mungkin karena ingin dapat uang kematian sehingga buat surat (akta) kematian?" ucap mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli itu mempertanyakan.
Baca Juga: Syarat Calon Anggota DPR Pemilu 2024: Mantan Napi, Tanpa SKCK dan Lulusan SMA Boleh Mencalonkan Diri
Ia mengemukakan, proses terbitnya akta kematian itu dari masyarakat yang mengajukan ke kantor desa, dari desa diantarkan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), lalu dikeluarkan akta kematian.
"Siapa yang salah di rantai itu dan itu nggak satu, tetapi banyak. Kalau dari ribuan data hanya satu, ya 'nggak apa-apa, tetapi ini banyak. Harus dicari motifnya itu apa?" ujarnya disela-sela menghadirkan rakor bersama yang digelar Bawaslu Bali itu.