AYOMEDAN.ID--Maraknya kasus pelecehan seksual di transportasi umum, khususnya angkutan kot. Membuat para sopir angkot mengeluhkan sepi penumpang.
Pelecehan seksual yang kerap terjadi, membuat masyarakat takut untuk menggunakan transportasi umum.
Sopir angkot sendiri terus berupaya membuat para penumpang merasa nyaman, sehingga kepercayaan penumpang terhadap transportasi tetap terjaga.
Baca Juga: Renungan Harian Kristen 14 Juli 2022, Perbaiki Kualitas Diri
Melansir dari Pikiran-Rakyat.com. Salah seorang sopir angkot jurusan Kampung Rambutan-Depok, Amin mengaku, dengan maraknya kasus pelecehan seksual jumlah penumpang semakin berkurang.
“Ya kesal juga sih, kan jadi buat tambah sepi penumpang mereka nanti bisa pindah ke online, udah sepi makin sepi lagi,” kata Amin dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara pada 14 Juli 2022.
Amin juga mengatakan bahwa dirinya dan beberapa sopir angkot lainnya sudah berupaya menjaga penumpang agar merasa aman. Menurutnya, harus ada saling jaga dan mengingatkan antar penumpang agar kasus tersebut tidak terjadi.
Baca Juga: Renungan Katolik Kamis, 14 Juli 2022 Datanglah Kepada-Ku, Kalian yang Letih dan Berbeban Berat
“Kalau saya jaganya paling kalau melihat ada yang gelagatnya aneh-aneh paling saya langsung liatin dari spion tengah ini, biasanya nanti yang diliatin jadi risih atau malu,” ujarnya.
Sopir angkot lainnya, Hendri, mengatakan bahwa dirinya sulit mengetahui hal yang terjadi dengan penumpang jika kondisi kendaraan dalam keadaan penuh. Ia hanya bisa mengetahui jika ada penumpang yang menyampaikan peristiwa yang terjadi.
“Susah juga karena sambil nyetir juga. Paling kalau penumpangnya teriak atau kasih tau ke kita ada apa, baru kita bantu apa yang bisa,” ujar Hendri.
Baca Juga: Inilah Doa Pagi dan Sore yang Dibaca oleh Rasulullah, Yuk Amalkan!
Praktisi Transportasi yang juga Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, menuturkan bahwa saat ini belum ada aturan jelas dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) khusus angkutan perkotaan untuk mencegah pelecehan atau kekerasan seksual di dalam angkot.
“Dalam SPM sendiri belum ada mengenai hal ini, untuk permasalahan itu sudah ada Undang-undang yang mengatur, jadi sebaiknya ada penegakan hukum yang jelas dan menimbulkan efek jera untuk para pelaku pelcehan di angkot,” tutur Deddy.