Sang suami melarang isterinya bekerja dan memintanya untuk beristirahat saja. Sementara tugas-tugas rumah tangga digantikan oleh suaminya. Karena mengurus isterinya yang sedang hamil, sawah mereka menjadi terlantar. Pohon-pohon liar tumbuh menutupi permukaan sawah yang sudah menjadi semak belukar. Padahal mereka membutuhkan biaya banyak untuk persalinan sang istri.
Suatu hari, sang suami pergi menengok sawahnya. Alangkah sedihnya saat para petani lainnya sudah mulai menggarap sawah masing-masing. Sementara sawahnya bagai hutan lebat oleh tumbuhan liar. Rasanya tidak mungkin dia mengerjakan sendiri dengan kondisi sawah yang tidak lama tak terurus. Terlalu banyak tumbuhan dan gulma yang harus dibersihkan. Tenaganya tidak cukup. Apalagi ia tidak bisa konsentrasi penuh bekerja di sawah karena harus menjagai isteri yang sedang hamil di rumah.
Lelaki itu hanya terpaku di sudut pematang memandangi sawahnya sambil menangis. Dia sangat sedih dan cemas memikirkan masa depan yang butuh banyak biaya. Sedangkan sawah tidak bisa dikerjakan. Dia bahkan sudah membeli bibit padi yang disimpannya di rumah, namun tidak bisa disemai karena sawah belum diolah.
Tiba-tiba ia merasakan ada seseorang menepuk-nepuk bahunya dari belakang.
“Ada apa gerangan sehingga membuat saudara sedih dan gundah gulana,” tanya orang itu.
Tanpa menoleh ke belakang, petani malang itu menceritakan kesulitan yang dihadapinya. “Aku sedih karena aku belum bisa menggarap sawahku. Aku masih harus menjaga isteriku yang hamil. Di lain sisi, aku membutuhkan biaya untuk persalinan bayi kami kelak. Tapi bagaimana aku mendapat uang kalau aku tidak mengerjakan sawah dari sekarang?” ujarnya.
“Jangan khawatir, saya akan membantumu” jawabnya.
Lelaki itu penasaran pada orang yang baik hati itu. Ia menoleh ke belakang guna mengenali siapa lelaki itu. Alangkah terkejutnya ia. Sebab orang yang berjanji akan membantunya itu sepertinya bukan orang biasa. Tubuhnya tidak lazim, sangat kerdil. Sementara tungkai kakinya menghadap ke depan dan jari-jari kakinya menghadap ke belakang.
Awalnya ia terkejut dan takut, tapi orang kerdil itu berusaha menenangkannya.
“Jangan takut padaku, aku senang dapat membantumu. Aku tinggal di situ,” katanya sambil menunjuk ke arah mulut gua di tebing batu.
Setelah pertemuan dengan mahluk kerdil itu, sang petani pulang ke rumah karena hari menjelang senja. Ia baru sadar, hampir seharian meninggalkan isterinya yang sedang hamil di rumah. Namun ia lega setelah mendapatkan sang isteri baik-baik saja. Bahkan ia sedang merajut kain untuk bahan popok bayi mereka yang bakal lahir. Dua hari setelah itu, sang isteri melahirkan dengan selamat. Bayinya pun sehat, berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja suami isteri itu sangat bahagia.
Keesokan harinya, lelaki itu hendak menengok sawahnya. Ia bermaksud akan mengerjakan sawahnya karena isteri sudah melahirkan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.
Alangkah terkejutnya ia, setelah melihat sawahnya sudah bersih dari belukar dan tanaman liar. Para petani di sekitarnya pun merasa heran. “Kapan sawahmu kau kerjakan, sementara sore semalam masih semak belukar?” tanya warga heran.
Lelaki itu pun tidak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya terdiam sambil berpikir.
“Ini pasti pekerjaan orang kerdil itu. Tapi bagaimana ia melakukannya?” ia membathin.
Artikel Terkait
Lowongan Kerja PT Home Credit Indonesia, Kirim Lamaran Secara Online di sini
Yuk Maksimalkan Medsosmu untuk Tingkatkan Karier
Pekerja Hotel di Sumut Bersimbah Darah Tewas di Dapur
Pemko Medan Siap Gelar Porkot ke XII dengan 22 Cabor
5 Kiat Membuat Konten Menarik dan Berkualitas untuk Media Sosial