AYOMEDAN.ID -- Teks khutbah Jumat singkat pada kesempatan ini mengambil judul "Pentingnya Sifat Malu".
Materi khutbah Jumat tentang sifat malu ini penting disampaikan, mengingat budaya malu saat ini sudah semakin memudar.
Padahal malu merupakan bagian dari keimanan itu sendiri. Malu kepada manusia dan malu kepada Allah ketika akan berbuat keburukan akan berkontribusi besar pada peradaban manusia.
Baca Juga: Teks Khutbah Jumat Singkat: Mari Kita Isi Kemerdekaan dengan Rasa Syukur
Maka dari itu sangat penting menumbuhkan sifat malu, mulai dari diri sendiri serta mengajarkannya kepada generasi muda.
Untuk membahas lebih dalam mengenai hal tersebut, berikut uraian khutbah Jumat dengan judul "Pentingnya Sifat Malu", dkutip Ayomedan.id dari NU Online.
Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Di hari Jumat yang mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan merasakan kehadiran Allah di setiap waktu yang kita jalani di kehidupan kita. Apabila kita belum mampu untuk merasakan kehadiran Allah, maka ketahuilah para jamaah sekalian, sungguh Allah subhanahu wa ta’ala selalu mengawasi kita di setiap waktu.
Jamaah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala.
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh kita adalah rasa malu. Sifat malu yang kita miliki akan mendatangkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Tentunya, malu di sini bukanlah malu akan berbuat kebaikan. Bukanlah malu bertanya ketika sesat di jalan. Bukanlah malu untuk bersedekah kepada fakir miskin. Juga bukan malunya seorang murid yang enggan bertanya di kelas meski ia tidak paham apa yang diajarkan gurunya. Akan tetapi malu di sini adalah malu untuk berbuat yang tidak baik. Malu untuk berbuat maksiat. Malu melakukan hal-hal yang tidak layak untuk dilakukan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عقبه بن عمرو الانصاري الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ، فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ. رَوَاهُ الْبُخَارِي