Kedatangan penjajah untuk membuka kebun di Tanah Deli pertama kali tercatat pada 7 Juli 1863. Mereka merapat di Kuala Deli dengan kapal Josephine. Kedatangan mereka pada walnya disambut dengan suka cita oleh penguasa setempat karena dianggap akan memberi harapan bagi kemakmuran negeri. Investor Belanda itu mengawali usahanya dengan membuka kebun di atas tanah konsesi 4000 bahu ( kl 3.000 ha) selama 20 tahun,dengan kelonggaran 5 tahun pertama tanpa sewa, selebihnya membayar sewa $.200 setahun. Letaknya sedikit ke hulu Labuhan di tepi sungai Deli. Konsensi yang dianggap royal itu sempat mendapat pertentangan dari kaum cendekiawan dan kalangan penguasa lokal sendiri, namun berkat kegigihan Nienhuys dan koloninya mencengkeram kekuasaan dengan berbagai cara bujuk rayu, akhirnya usaha perkebunannya berkembang di tanah jajahan.
Meluasnya lahan perkebunan, tak pelak membuat tenaga kerja yang mereka butuhkan meningkat. Mula-mula diambil dari penduduk setempat. namun lantaran orang Melayu dan Karo tidak cocok bekerja diperkebunan dan suka melawan, tepaksa Nienhuys merekrut tenaga kerja dari Penang (Malaysia) dan Singapura, yakni orang China yang sudah tinggal disana. Disusul India dan Jawa ketika Pemerintah Tiongkok mempersulit kedatangan buruh-buruh Cina ke Deli. Arus kedatangan kuli kontrak asal Jawa semakin besar seiring dengan meluasnya lahan perkebunan kolonial Belanda.
Salah satu kuli kontrak yang direkrut Belanda adalah Sukmo bersama puluhan kuli asal Jawa lainnya. Sukmo dan kawan-kawan direkrut dari kalangan miskin di pedalaman Jawa. Mereka direkrut oleh jaringan makelar tenaga kerja dengan berbagai cara bujuk rayu bahkan tipu muslihat. Sukmo sendiri oleh makelar diajak pergi nonton wayang dulu, lalu didorong paksa masuk kedalam tongkang atau kapal. Dengan kata lain, boleh dibilang mereka diculik dari desanya. Ada yang ditipu dan dibujuk dengan mengatakan tujuan mereka tidak jauh, ternyata mereka diseberangkan ke Deli.
Sejak saat itu para kuli yang direkrut paksa ini terikat oleh kontrak sepihak yang mereka bahkan tidak tahu-menahu isi perjanjian kontrak itu. Pasalnya, kebanyakan bara koeli ini buta aksara. Para tuan kebun yang merupakan kalangan pengusaha swasta asing ini bekerjasama dengan Pemerintah Hindia-Belanda dengan menempatkan perusahaan perkebunan di tanah jajahan tak ubahnya kerajaan Belanda di Tanah Deli. Mereka membentuk struktur pemerintahan lengkap dengan aparat keamanannya. Sementara kuli kontrak tidak ubahnya tawanan kerja paksa.
Mereka digaji suka-suka dengan beban pekerjaan yang berat dibawah pengawasan mandor dan centeng yang kejam. Para koeli kerap mengalami penyiksaan fisik dalam sistem perkebunan kolonial. Cerita tidak sedap lainnya, kebebasan seks bagi tuan-tuan besar dan kecil, lazim dilampiaskan pada para wanita pekerja maupun istri kuli. Selain itu setiap gajian diciptakan keramaian dan judi agar uang para kuli ludes, sehingga mereka tetap melarat dan memperpanjang kontrak.
Sukmo kerap melakukan perlawanan pada setiap tekanan dalam pekerjaan yang mirip perbudakan itu. Karena sikapnya yang kritis dan melakukan perlawanan itu, oleh Belanda Sukmo dibujuk dengan cara memberinya jabatan sebagai mandor. Konon, setelah diangkat menjadi mandor pun hati nurani Sukmo tetap tidak bisa berkompromi dengan cara-cara koloni Belanda melaksanakan praktik perbudakan di perusahaan perkebunan mereka.
Hati Sukmo tidak tahan menyaksikan para kuli yang tidak tahan dengan perbudakan itu dan mencoba melarikan diri, lalu dikejar-kejar oleh centeng. Tak pelak begitu tertangkap mereka ditendangi dan dipukuli sebelum dilepas dan disuruh kerja lagi.
Krisis ekonomi akhir abad 18 akibat kelebihan produksi dan jatuhnya harga produk tembakau Deli di pasar dunia menyebabkan penderitaan kuli kian bertambah. Para pengusaha perkebunan tembakau di Deli mengaku menderita kerugian besar. Imbasnya upah para kuli dipangkas oleh tuan mereka. Para kuli semakin tertindas. Penyiksaan demi penyiksaan mereka alami, sementara upah yang diperoleh jauh dari cukup untuk memenuhi kehidupan yang layak.
***
Sebuah versi cerita menyebutkan, Mandor Sukmo melakukan perlawanan terhadap keadaan dan penindasan para kuli dengan caranya sendiri. Dia berhubungan dengan kerajaan bunian yang berdiam di sekitar lokasi perkebunan kawasan Desa Kolam itu. Dipimpin mandor Sukmo, para kuli melakukan ritual tertentu, semacam meminta suaka kepada warga alam lelembut atau masyarakat bunian di sekitar desa itu dan melakukan perlawanan dari alam kaib. Permohonan mereka dikabulkan, Selagi mereka bekerja mengolah lahan perkebunan di siang terik, Mandor Sukmo dan puluhan anak buahnya secara tiba-tiba raib dari pandangan. Wusss. Menghilang, lenyap bak ditelan bumi.
Versi lainnya menyebut, mandor Sukmo dan anak buahnya menghilang dalam perjalanan pulang dari tempat bekerja. Peristiwa itu membuat warga geger dan berusaha mencari mandar Sukmo berikut puluhan anak buahnya ke mana-mana. Berhari-hari dicari, mandor Sukmo dan anak buahnya tidak kunjung ditemukan. Hilangnya mandor Sukmo dan anak buahnya menjadi mistiri hingga sekarang. Cerita itu beredar dari mulut ke mulut sampai sekarang. Warga mengabadikan peristiwa itu dengan menyebutkan dusun tempat lokasi hilangnya Sukmo dan kawan-kawannya dengan sebutan Dusun Sukmo Ilang. Nama Sukmo Ilang juga diabadikan dalam sebuah jalan yang menghubungkan Desa Kolam dengan beberapa desa di sekitarnya.
***
Menurut Sujono, ketika daerah itu belum seramai sekarang, pada malam-malam tertentu terutama Jumat-Kliwon, warga masih sering mendengar suara-suara gaib seperti musik gendingan Jawa, pertunjukan wayang kulit dan seperti keramaian pesta. “Suaranya sayup-sayup terbawa angin, namun ketika didatangi suara menghilang,” katanya.
Artikel Terkait
Kasus Penembakan di Rumah Dinas Kadiv Propam, Kriminolog UI: Cukup Unik
Krisis Global Ancam 60 Negara di Dunia, Bagaimana dengan Indonesia?
Batal Beli Twitter, Elon Musk Bikin Medsos Tandingan
Lowongan Kerja Sales dan Teknisi bagi Lulusan SMK-D3 untuk Berbagai Posisi, Kirim Lamaran Sekarang
Lowongan Kerja Bidang IT Lulusan D3 dan S1, Fasilitas Laptop Disediakan
Resep Membuat Mie Tulang 'Mitul' Khas Bandung Enak dan Murah, Cukup Pakai Mie Instan