BRI Terus Berupaya Turunkan Loan at Risk, Sentuh Single Digit di 2025

photo author
- Kamis, 20 Juli 2023 | 14:26 WIB
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto. (Ist)
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto. (Ist)

JAKARTA -- kondisi ekonomi di Tanah Air sedang mengalami perbaikan yang memacu optimisme di industri perbankan, termasuk Bank BRI. Fokus mereka adalah mengurangi kredit yang direstrukturisasi akibat pandemi COVID-19 sehingga kembali menjadi single digit dari total portofolio kredit pada tahun 2025, seperti sebelum krisis pandemi.

Direktur Manajemen Risiko BRI, Agus Sudiarto, menjelaskan bahwa pada puncaknya sekitar September 2020, kredit BRI yang direstrukturisasi karena pandemi mencapai 30% dari total portofolio kredit, dengan nilai lebih dari Rp250 triliun. Namun, hingga Juni 2023, angka ini telah menurun menjadi sekitar Rp83,2 triliun atau sekitar 7,64% dari total kredit BRI. Perusahaan berharap dapat terus mengelola sisa kredit yang direstrukturisasi ini hingga akhir tahun agar angkanya terus menurun. Tujuannya adalah untuk mengembalikan rasio Loan at Risk (LAR) BRI dari 15,1% di Juni 2023 menjadi single digit, yang mungkin dapat tercapai pada akhir tahun depan atau tahun 2025.

Untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, Bank BRI menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu langkah mitigasi risiko. Selama masa pandemi, NPL coverage BRI telah meningkat, mencapai 247,98% pada 2020, 278,14% pada 2021, dan 291,54% pada 2022. Pada kuartal I/2023, persentasenya adalah 268,93%. Upaya mitigasi yang dilakukan oleh Bank BRI selama pandemi telah memadai, dan hal ini menyebabkan cost of credit meningkat dari sekitar 2% menjadi 3%. Namun, untuk tahun ini, perseroan memproyeksikan cost of credit akan mulai turun dan berada di kisaran 2,2-2,4%.

Meskipun kondisi industri perbankan nasional sedang membaik, manajemen Bank BRI tetap berhati-hati dan melakukan pencadangan secara konservatif. Mereka tidak ingin mengabaikan kondisi ekonomi di tataran global yang masih penuh ketidakpastian. Beberapa faktor yang menciptakan ketidakpastian global adalah kondisi geopolitik di Eropa akibat perang Ukraina-Rusia yang masih memanas dan suku bunga tinggi yang diberlakukan oleh banyak bank sentral termasuk di Amerika Serikat. Inflasi di berbagai belahan dunia juga masih tinggi.

Agus menyatakan bahwa meskipun kondisi domestik di Indonesia relatif lebih baik dari beberapa kawasan lain dalam hal tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi, Bank BRI tetap melakukan pencadangan secara konservatif untuk menghadapi ketidakpastian global. Mereka tetap memperhatikan kondisi ekonomi di luar negeri untuk menjaga stabilitas dan kesehatan keuangan perusahaan.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Andres Fatubun

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X