وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوها، إِنَّ الْإِنْسانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Artinya: Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh manusia sangat zalim dan banyak mengingkari nikmat. (QS al-Nahl: 18).
Nikmat sehat bukan suatu kemewahan seperti emas dan perak. Tetapi menjadi mahal ketika kesehatan telah berubah menjadi sakit. Nikmat sehat merupakan mahkota tubuh, saat terbaring sakit, kita baru sadar bahwa kesehatan sangat berharga.
Orang yang mengabaikan kesehatan dirinya adalah orang yang menabung masalah untuk masa depannya.
Pantas saja, dalam suatu hadits diriwayatkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ، اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia berkata: Nabi saw bersabda: Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu (lalai) padanya, yaitu kesehatan dan waktu luang. (HR al-Bukhari).
Dalam Mukhtashar Minhâjul Qâshidîn intisari kitab Ihya` Ulûmiddîn diriwayatkan, ada orang mengadukan kemiskinannya dan menampakkan kesusahannya kepada seorang alim.
Lalu si alim berkata: Apakah engkau senang menjadi buta dengan mendapatkan 10 ribu dirham?
“Tidak,” jawabnya.
“Apakah engkau senang menjadi bisu dengan mendapatkan 10 ribu dirham?” tanya ulang si alim.
“Tidak,” jawabnya.
“Apakah engkau senang menjadi orang yang tidak punya kedua tangan dan kedua kaki dengan mendapatkan 20 ribu dirham?,” lanjut si alim.
“Tidak,” jawabnya.