AYOMEDAN.ID -- Rebo Wekasan adalah Rabu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.
Pada Rebo Wekasan sebagian umat Islam di Indonesia melakukan berbagai amalan untuk tolak bala.
Meski terjadi perbedaan pendapat terkait amalan pada Rebo Wekasan, namun sebagian kalangan masih melestarikan tradisi tersebut.
Baca Juga: Inilah Amalan Malam Rebo Wekasan yang Dianjurkan, Agar Terhindar dari Bala dan Bencana
Terkait amalan Rebo Wekasan ini, tidak terlepas dari keyakinan tentang turunnya bala bencana pada Rabu terakhir bulan Safar.
Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail al-Azminah wash-Shuhur menjelaskan, banyak para wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual tinggi mengatakan bahwa pada setiap tahun, Allah menurunkan 320.000 macam bala bencana ke bumi dan semua itu pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Oleh sebab itu, umat Islam pada hari tersebut banyak yang melaksanakan berbagai amalan.
Diantara amalan tersebut yakni melakukan shalat 4 rakaat (nawafil, sunah), dimana setiap rakaat setelah Al Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat al-Kautsar 17 kali, al-Ikhlash 5 kali, al-Falaq dan an-Naas masing-masing sekali. Lalu setelah salam dilanjutkan dengan membaca doa Rebo Wekasan.
Hal ini diyakini, Allah akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.
Pendapat Ulama NU
Baca Juga: Dikenal sebagai Bulan Sial, Inilah Sederet Peristiwa Penting bulan Safar
Melansir NU Online Jatim, terkait amalan-amalan di atas, mengutip KH Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang, para ulama yang menolak adanya bulan sial dan hari nahas Rebo Wekasan. Argumen yang disampaikan adalah 3 hal berikut:
1. Tidak ada nash hadits khusus untuk akhir Rabu bulan Safar, yang ada hanya nash hadits dlaif yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus. Dan hadits dlaif ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.
2. Tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syari.