Cabang ilmu yang mengkaji benda-benda langit adalah astronomi. Dalam sejarah peradaban Islam, khususnya dalam masa keemasan, ada banyak ahli ilmu falak. Walaupun berjasa besar, sebagian ilmuwan Muslim itu cenderung terlupakan".
Baca Juga: Tiga Doa Para Nabi yang Diabadikan dalam Al Quran serta Dikabulkan oleh Allah
Generasi kini tampaknya lebih mengenal nama-nama saintis Barat yang non- Muslim, utamanya mereka yang muncul dari era Renaisans.
Padahal, mereka membuka jalan bagi perkembangan astronomi modern. Ambil contoh, tokoh-tokoh, yakni Abu Ma'syar al-Balkhi (787- 886 M), Ibnu al-Haitsam (965-1040 M), Abu Sa'id al-Sijzi (945-1020 M).
Kemudian, ada Mu'ayyaduddin al-Urdi (1200-1266), Nashiruddin al-Thusi (1201-1274 M), Quthbuddin al-Syirazi (1236-1311 M), serta Ibnu Syathir (1304-1375 M).
Mereka semua berperan dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah terkait astronomi. Salah satu hasil kajiannya menyasar pada kekeliruan geosentrisme.
Istilah tersebut merujuk pada pandangan bahwa bumi adalah pusat". Maksudnya, planet tempat manusia berada ini adalah titik-tengah alam semesta dan selalu berada dalam kondisi diam. Adapun planet-planet, matahari, dan benda-benda langit lainnya bergerak mengitarinya.
Lawan dari geosentrisme merupakan heliosentrisme. Pandangan ini menyatakan, pusat alam semesta adalah matahari (helios). Dengan demikian, benda-benda langit termasuk bumi berputar mengelilinginya.
Menilik jauh ke belakang. Mulanya, geosentrisme digagas oleh Anaximandros, filsuf Yunani Kuno yang hidup antara 610-546 sebelum Masehi (SM).
Baca Juga: Teks Khutbah Jumat dengan Judul Jangan Berbangga dengan Dosa
Menurut dia, bumi yang dianggapnya berbentuk silinder, bukan bola, tidak jatuh karena kedudukannya berada pada pusat alam raya. Pemikiran serupa diikuti Aristoteles (384-322 SM) dan Hipparchus (meninggal 140 SM).
Puncaknya, Klaudius Ptolemaeus (Claudius Ptolemy) pada pertengahan abad kedua Masehi menulis risalah ilmu falak, Mathematike Syntaxis. Buku itu terkenal di Eropa dan Asia barat dengan judul Almagest.
Di dalamnya, ilmuwan asal Iskandariah (Mesir) itu mengembangkan teori orbit benda-benda langit dengan bumi sebagai sentranya.
Karena itu, gagasan bumi sebagai pusat semesta sering kali dinamakan Model Ptolemy.
Selama 1.400 tahun, geosentrisme diyakini sebagai kebenaran yang tidak terbantahkan dalam disiplin astronomi. Sekurang-kurangnya, ada dua persepsi yang mendukung argumentasi Ptolemy.